Minggu, 12 Mei 2013

"Kenapa Ada Konflik?"

Melihat judul di atas, sepertinya akan ada banyak jawaban tentang alasan konflik bisa ada di kehidupan. Konflik memang seakan menjadi warna bagi kehidupan kita, bahkan bila hidup tanpa dihiasi konflik rasanya seperti hidup di ruang hampa. Namun kita semua pastinya tidak menginginkan konflik terus melanda hidup ini. Maka dari itu, sebelumnya mari kita pelajari apa sebenarnya pengertian dari konflik itu sendiri.

Pengertian Konflik

Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial individu atau kelompok dimana terjadi ketidakpaduan atau ketidakselarasan antara keinginan akan sesuatu dengan fakta yang terjadi. Contohnya : seseorang yang menginginkan sesuatu namun keadaan yang terjadi tidak sesuai dengan keinginannya. Konflik bisa terjadi di dalam diri sendiri, antar individu, atu bahkan antar kelompok. Tidak satu orang pun yang tidak pernah mengalami konflik, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya kehidupan itu sendiri.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap kehidupan. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di kehidupan. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli :

Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.

Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.

Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.

Indonesia Negara Rawan Konflik

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan tingkat pluralitas yang tinggi. Beragamnya suku, budaya dan agama yang dianut masyarakat telah menjadikan Indonesia menjadi negara yang rawan konflik. Empat belas tahun belakangan ini, begitu banyak konflik-konflik yang terjadi baik yang terekspos media maupun tidak. Konflik-konflik yang terjadi seperti konflik Aceh, Ambon, Poso, Sampit, Papua, lampung, Cikeusik, Sampang, dan sebagainya. Lain lagi konflik antar kelompok pelajar, konflik antar geng, konflik antar ormas, dan lain-lain. Konflik-konflik ini merupakan bagian dari krisis multi dimensi yang dihadapi negara dan Bangsa Indonesia.

Konflik-konflik yang terjadi telah menunjukkan kepada semua komponen bangsa bahwa ada sesuatu yang mulai hilang dan dilupakan yaitu Pancasila. Ideologi Pancasila sebagai pilar pemersatu telah rapuh dan menyebabkan struktur pondasi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak sekokoh sebelum era reformasi. Harus diakui bahwa perubahan dari era orde baru ke era reformasi telah merubah semua dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pancasila dianggap sebagai produk orde baru yang syarat dengan kepentingan penguasa. Pancasila pun sekarang mulai enggan untuk disentuh dan cenderung tidak diperdulikan. Pancasila semakin tidak populer serta memudar sehingga Bangsa dan Negara Indonesia mengalami kehilangan jati dirinya.

Kita tahu bahwa salah satu karakter utama bangsa yang berjiwa Pancasila adalah mandiri, menjunjung tinggi toleransi dan suka bergotong royong. Karakter ini sudah sangat sulit dijumpai pada masyarakat Indonesia. Bangsa ini mulai kelihatan kurang mandiri dan sangat tergantung pihak luar. Rasa toleransipun semakin kaku dan sulit menembus batas-batas primordialisme seperti agama, etnis, ras dan golongan. Pancasila tidak lagi menjadi sumber energi dan landasan utama dalam kehidupan masyarakat Indonesia.  Ironi memang, disaat bangsa kita digadang-gadang sebagai bangsa yang sukses menerapkan budaya demokrasi, namun nyatanya demokrasi malah dijadikan alat kebebasan yang menyebabkan terjadinya konflik di Indonesia.

 Sebenarnya siapa dan apa yang salah? Jawabannya adalah kembali kepada diri kita masing-masing. Bangsa yang bijak tidak akan mencari-cari kambing hitam, namun menyadari sendiri bahwa dirinyalah yang salah karena manusia tak ada yang sempurna. Maka dari itulah, sebagai generasi harapan bangsa, kita patut prihatin dan selalu mawas diri terhadap keadaan bangsa kita ini. 

Ayo Maju Generasi Harapan Bangsa!!!